SEJARAH KOTA LAMONGAN
Gambar 1 : Kota Lamongan
Nama Lamongan berasal dari
nama seorang tokoh pada masa silam. Pada zaman dulu, ada seorang pemuda bernama
Hadi, karena mendapatkan pangkat rangga, maka ia disebut Ranggahadi. Ranggahadi
kemudian bernama Mbah Lamong, yaitu sebutan yang diberikan oleh rakyat daerah
ini. Karena Ranggahadi pandai Ngemong Rakyat, pandai membina daerah dan mahir
menyebarkan ajaran agama Islam serta dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari asal kata
Mbah Lamong inilah kawasan ini lalu disebut Lamongan. Adapun yang
menobatkan Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang
pertama, tidak lain adalah Kanjeng Sunan Giri IV yang
bergelar Sunan Prapen. Wisuda tersebut bertepatan dengan hari pasamuan agung
yang diselenggarakan di Puri Kasunanan Giri di Gresik, yang dihadiri oleh para
pembesar yang sudah masuk agama Islam dan para Sentana Agung Kasunanan Giri.
Pelaksanaan Pasamuan Agung tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Besar
Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.
Berbeda dengan daerah-daerah
Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur yang kebanyakan mengambil sumber dari
sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi dan dari peninggalan sejarah yang lain,
tetapi hari lahir lamongan mengambil sumber dari buku wasiat. Silsilah Kanjeng
Sunan Giri yang ditulis tangan dalam huruf Jawa Kuno/Lama yang disimpan oleh
Juru Kunci Makam Giri di Gresik. Almarhum Bapak Muhammad Baddawi di dalam buku
tersebut ditulis, bahwa diwisudanya Tumenggung Surajaya menjadi Adipati
Lamongan dilakukan dalam pasamuan agung di Tahun 976 H. Yang ditulis dalam buku
wasiat tersebut memang hanya tahunnya saja, sedangkan tanggal, hari dan
bulannya tidak dituliskan. Oleh karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari
Jadi Lamongan mencari pembuktian sebagai dasar yang kuat guna mencari dan
menetapkan tanggal, hari dan bulannya. Setelah Panitia menelusuri buku sejarah,
terutama yang bersangkutan dengan Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan
adat istiadat di waktu itu, akhirnya Panitia menemukan bukti, bahwa adat atau
tradisi kuno yang berlaku pada zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa
waktu itu, selalu melaksanakan pasamuan agung yang utama dengan memanggil
menghadap para Adipati, Tumenggung serta para pembesar lainnya yang sudah
memeluk agama Islam. Pasamuan Agung tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari
Peringatan Islam tanggal 10 Dzulhijjah yang disebut Garebeg Besar atau Idhul
Adha.
Berdasarkan adat yang
berlaku pada saat itu, maka Panitia menetapkan wisuda Tumenggung Surajaya
menjadi Adipati Lamongan yang pertama dilakukan dalam pasamuan agung Garebeg
Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun 976 Hijriyah. Selanjutnya Panitia
menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan dengan jalannya tarikh masehi, dengan
berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriyah jatuh pada tanggal 16 Juni 622
Masehi, akhirnya Panitia Menemukan bahwa tanggal 10 Dzulhijjah 976 H., itu
jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei 1569 M.
(Sumber https://www.youtube.com/watch?v=bKx3os2D3mM&pp=ygUQc2VqYXJhaCBsYW1vbmdhbg%3D%3D)
Dengan demikian jelas bahwa
perkembangan daerah Lamongan sampai akhirnya menjadi wilayah Kabupaten
Lamongan, sepenuhnya berlangsung pada zaman keislaman dengan Kasultanan Pajang
sebagai pusat pemerintahan. Tetapi yang bertindak meningkatkan Kranggan
Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta yang mengangkat/mewisuda Surajaya
menjadi Adipati Lamongan yang pertama bukanlah Sultan Pajang, melainkan Kanjeng
Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan Kanjeng Sunan Giri prihatin terhadap
Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi pemerintahan yang kurang
mantap. Disamping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa prihatin dengan adanya
ancaman dan ulah para pedagang asing dari Eropa yaitu orang Portugis yang ingin
menguasai Nusantara khususnya Pulau Jawa.
Tumenggung Surajaya adalah
Hadi yang berasal dari dusun Cancing yang sekarang termasuk wilayah Desa
Sendangrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Sejak masih muda Hadi sudah
nyuwito di Kasunanan Giri dan menjadi seorang santri yang dikasihi oleh Kanjeng
Sunan Giri karena sifatnya yang baik, pemuda yang trampil, cakap dan cepat
menguasai ajaran agama Islam serta seluk beluk pemerintahan. Disebabkan
pertimbangan itu akhirnya Sunan Giri menunjuk Hadi untuk melaksanakan perintah
menyebarkan Agama Islam dan sekaligus mengatur pemerintahan dan kehidupan
Rakyat di Kawasan yang terletak di sebelah barat Kasunanan Giri yang bernama
Kenduruan. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut Sunan Giri memberikan
Pangkat Rangga kepada Hadi. Ringkasnya sejarah, Rangga Hadi dengan segenap
pengikutnya dengan naik perahu melalui Kali Lamong, akhirnya dapat menemukan
tempat yang bernama Kenduruan itu. Adapu kawasan yang disebut Kenduruan
tersebut sampai sekarang masih ada dan tetap bernama Kenduruan, berstatus
Kampung di Kelurahan Sidokumpul wilayah Kecamatan Lamongan.
Di daerah baru tersebut
ternyata semua usaha dan rencana Rangga Hadi dapat berjalan dengan mudah dan
lancar, terutama di dalam usaha menyebarkan agama Islam, mengatur pemerintahan
dan kehidupan masyarakat. Pesantren untuk menyebar Agama Islam peninggalan
Rangga Hadi sampai sekarang masih ada.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar