Kamis, 27 Juni 2024

Sejarah Kota Lamongan

 

SEJARAH KOTA LAMONGAN



Gambar 1 : Kota Lamongan


Nama Lamongan berasal dari nama seorang tokoh pada masa silam. Pada zaman dulu, ada seorang pemuda bernama Hadi, karena mendapatkan pangkat rangga, maka ia disebut Ranggahadi. Ranggahadi kemudian bernama Mbah Lamong, yaitu sebutan yang diberikan oleh rakyat daerah ini. Karena Ranggahadi pandai Ngemong Rakyat, pandai membina daerah dan mahir menyebarkan ajaran agama Islam serta dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari asal kata Mbah Lamong inilah kawasan ini lalu disebut Lamongan. Adapun yang menobatkan Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama, tidak lain adalah Kanjeng Sunan Giri IV yang bergelar Sunan Prapen. Wisuda tersebut bertepatan dengan hari pasamuan agung yang diselenggarakan di Puri Kasunanan Giri di Gresik, yang dihadiri oleh para pembesar yang sudah masuk agama Islam dan para Sentana Agung Kasunanan Giri. Pelaksanaan Pasamuan Agung tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Besar Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.

 

Berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur yang kebanyakan mengambil sumber dari sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi dan dari peninggalan sejarah yang lain, tetapi hari lahir lamongan mengambil sumber dari buku wasiat. Silsilah Kanjeng Sunan Giri yang ditulis tangan dalam huruf Jawa Kuno/Lama yang disimpan oleh Juru Kunci Makam Giri di Gresik. Almarhum Bapak Muhammad Baddawi di dalam buku tersebut ditulis, bahwa diwisudanya Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan dilakukan dalam pasamuan agung di Tahun 976 H. Yang ditulis dalam buku wasiat tersebut memang hanya tahunnya saja, sedangkan tanggal, hari dan bulannya tidak dituliskan. Oleh karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari Jadi Lamongan mencari pembuktian sebagai dasar yang kuat guna mencari dan menetapkan tanggal, hari dan bulannya. Setelah Panitia menelusuri buku sejarah, terutama yang bersangkutan dengan Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan adat istiadat di waktu itu, akhirnya Panitia menemukan bukti, bahwa adat atau tradisi kuno yang berlaku pada zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa waktu itu, selalu melaksanakan pasamuan agung yang utama dengan memanggil menghadap para Adipati, Tumenggung serta para pembesar lainnya yang sudah memeluk agama Islam. Pasamuan Agung tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari Peringatan Islam tanggal 10 Dzulhijjah yang disebut Garebeg Besar atau Idhul Adha.

 

Berdasarkan adat yang berlaku pada saat itu, maka Panitia menetapkan wisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama dilakukan dalam pasamuan agung Garebeg Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun 976 Hijriyah. Selanjutnya Panitia menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan dengan jalannya tarikh masehi, dengan berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriyah jatuh pada tanggal 16 Juni 622 Masehi, akhirnya Panitia Menemukan bahwa tanggal 10 Dzulhijjah 976 H., itu jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei 1569 M.


 Video 1 : Asal-Usul Kabupaten Lamongan

(Sumber https://www.youtube.com/watch?v=bKx3os2D3mM&pp=ygUQc2VqYXJhaCBsYW1vbmdhbg%3D%3D


Dengan demikian jelas bahwa perkembangan daerah Lamongan sampai akhirnya menjadi wilayah Kabupaten Lamongan, sepenuhnya berlangsung pada zaman keislaman dengan Kasultanan Pajang sebagai pusat pemerintahan. Tetapi yang bertindak meningkatkan Kranggan Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta yang mengangkat/mewisuda Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama bukanlah Sultan Pajang, melainkan Kanjeng Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan Kanjeng Sunan Giri prihatin terhadap Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi pemerintahan yang kurang mantap. Disamping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa prihatin dengan adanya ancaman dan ulah para pedagang asing dari Eropa yaitu orang Portugis yang ingin menguasai Nusantara khususnya Pulau Jawa.

 

Tumenggung Surajaya adalah Hadi yang berasal dari dusun Cancing yang sekarang termasuk wilayah Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Sejak masih muda Hadi sudah nyuwito di Kasunanan Giri dan menjadi seorang santri yang dikasihi oleh Kanjeng Sunan Giri karena sifatnya yang baik, pemuda yang trampil, cakap dan cepat menguasai ajaran agama Islam serta seluk beluk pemerintahan. Disebabkan pertimbangan itu akhirnya Sunan Giri menunjuk Hadi untuk melaksanakan perintah menyebarkan Agama Islam dan sekaligus mengatur pemerintahan dan kehidupan Rakyat di Kawasan yang terletak di sebelah barat Kasunanan Giri yang bernama Kenduruan. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut Sunan Giri memberikan Pangkat Rangga kepada Hadi. Ringkasnya sejarah, Rangga Hadi dengan segenap pengikutnya dengan naik perahu melalui Kali Lamong, akhirnya dapat menemukan tempat yang bernama Kenduruan itu. Adapu kawasan yang disebut Kenduruan tersebut sampai sekarang masih ada dan tetap bernama Kenduruan, berstatus Kampung di Kelurahan Sidokumpul wilayah Kecamatan Lamongan.

 

Di daerah baru tersebut ternyata semua usaha dan rencana Rangga Hadi dapat berjalan dengan mudah dan lancar, terutama di dalam usaha menyebarkan agama Islam, mengatur pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Pesantren untuk menyebar Agama Islam peninggalan Rangga Hadi sampai sekarang masih ada.

 

Jumat, 17 Maret 2023

Hukum Bacaan Tajwid Nun Mati atau Tanwin dan Contohnya (PEMBAHASAN LENGKAP)

Gambar 1 : Anak-Anak Membaca Al-Qur'an  

Sebagai umat beragama islam sudah sepatutnya kita mengenal apa itu hukum bacaan tajwid. Hukum bacaan tajwid harus dilatunkan ketika kita sedang membaca Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah kitab suci utama agama islam sebagai petunjuk untuk kehidupan umat muslim. Membaca Al-Qur'an tidak sama seperti membaca buku dongeng dan modul pelajaran. Ada beberapa syarat yang harus kita penuhi agar kita bisa paham akan makna ayat yang terkandung di dalamnya.

Pengertian Tajwid

Tajwid secara bahasa artinya memperbaiki atau membaguskan, tajwid berasal dari bahasa Arab yakni "Jawwada". Tajwid juga bisa dikatakan mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat yang sesuai pada setiap huruf. Dapat disimpulkan, ilmu tajwid adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara kita mengucapkan huruf Hijaiyah yang ada di dalam kitab suci Al-Qur'an.

Hukum Bacaan Nun Mati atau Tanwin

Ada beberapa jenis bacaan yang harus dipahami dalam membaca Al-qur’an, yang pertama adalah hukum bacaan nun mati bertemu suatu huruf yang dibagi kedalam beberapa kategori ini:

Video 1. Hukum Bacaan Tajwid Nun Mati atau Tanwin dan Contohnya (Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=gs26qrqiljA&t=31s

1. Idzhar Halqi

Idzhar menurut bahasa artinya jelas, idzhar halqi merupakan hukum bacaan yang apabila nun mati (نْ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan salah satu huruf idzhar halqi. Dibaca dengan jelas. Adapun huruf-huruf idzhar halqi adalah sebagai berikut:

alif atau hamzah ( ء ), Haa’ ( ه ), ‘Ain ( ع ), Ghain ( غ ), Kha’ ( ح ) dan Kho’ ( خ )

Contoh bacaannya adalah:    نَارٌ حَامِيَةٌ

2. Idgham Bighunnah

Idgham bighunnah memiliki arti melebur disertai dengan dengungan atau yang berarti memasukkan salah satu huruf nun mati ( نْ ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) kedalam huruf sesudahnya dan dilafadzkan mendengung jika bertemu dengan empat huruf, yakni: 

 nun ( ن ), mim ( م ), wawu ( و ) dan ya’  ( ي )

 Contoh bacaan idghom bighunnah adalah : تَوْبَةً نَصُوحًا

3. Idgham Bilaghunnah

Idgham bilaghunnah memiliki arti yang berbanding terbalik dengan idgham bighunnah, yakni melebur tanpa dengung atau berarti memasukkan huruf nun mati ( نْ ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) kedalam huruf sesudahnya tanpa disertai suara yang mendengung. Apabila nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf lam ( ل ) dan ra’ ( ر )

Contoh bacaannya:  مِنْ لَدُنْكِ

4. Iqlab

Iqlab adalah hukum bacaan Al-qur’an yang terjadi apabila nun mati ( نْ ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan satu huruf yaitu ba’ ( ب ), maka nun sukun / tanwin menjadi mim dan dibaca dengung .

Contoh bacaannya:  كَثِيْرَةً ۢبِاِذْنِ

5. Ikhfa Haqiqi

Ikhfa Haqiqi berarti menyamarkan, apabila nun mati (نْ) atau tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan huruf-huruf ikhfa yaitu :

ta( ت ), thsa’ ( ث ), jim ( ج ), dal ( د ), dzal ( ذ ), zai ( ز ), sin ( س ), syin ( ش ), sod ( ص ), dhod ( ض ), fa’ ( ف ),  qof  ( ق ), dan huruf  kaf  ( ك ).

Contoh bacaannya:  نَقْعًا فَوَسَطْنَ


Sumber : Amri Amir, Muhammad, 2019. Ilmu Tajwid Praktis. Batam : Pustaka Baitul Hikmah Harun Ar-Rasyid.


 

Sejarah Kota Lamongan

  SEJARAH KOTA LAMONGAN Gambar 1 : Kota Lamongan Nama Lamongan berasal dari nama seorang tokoh pada masa silam. Pada zaman dulu, ada seora...